![HINCA33.jpg](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_uG_t-rkWSuREJMQOzuSKB80DX3X0ITcKqA7DGmdJ8z6YRzSmnACJ6G0cu18847bV3SZ3H8Qd6CNBxIhsv1NSsqy2MhuGAk0tNy6SZatHwAgB_o8D4lDqoC6A=s0-d)
Sikap pemerintah melalui Menegpora Andi Alfian Malarangeng yang menyatakan agar PSSI tunduk pada ketentuan perundang-undangan nasional seperti yang dituangkan pada UU No 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, serta Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Keolahrgaan Nasional, merupakan ancaman atas independensi PSSI yang sudah terikat pada aturan dan peraturan yang ditegakkan FIFA sebagai pemegang kedaulatan sepakbola tertinggi di dunia. PSSI hanya tunduk pada aturan, peraturan atau ketentuan yang digariskan FIFA, melalui kedaulatan yang diberikan kepada anggota-anggota PSSI.
Pernyataan Menegpora Andi Alfian Malarangeng yang didampingi Ketua Umum KON/KOI Rita Subowo pada Senin (21/2) siang lalu di Kantor Menegpora, Senayan, sekaligus mencerminkan sikap ambivalensi Menegpora. Pasalnya, Menegpora sudah memahami bahwa PSSI hanyalah kepanjangan tangan FIFA karena PSSI sudah mengadopsi Statuta FIFA sejak 2009. Statuta FIFA jelas-jelas menekankan bahwa kedaulatan tertinggi sepakbola berada ditangan FIFA. Otoritas sepakbola dunia ini sangat alergi dengan intervensi pemerintah.
Patut dicatat bahwa Andi Malarangeng sebelumnya adalah salah satu penguji dalam pengajuan disertasi Ketua Komdis PSSI Hinca Pandjaitan pada pertengahan Januari 2011 lalu, dalam meraih gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Karawaci, Tangerang. Disertasi Hinca Pandjaitan dengan judul "INTERVENSI NEGARA TERHADAP PENGELOLAAN, PENYELENGGARAAN, DAN PENYELESAIAN SENGKETA SEPAKBOLA PROFESIONAL DI ERA GLOBALISASI DALAM RANGKA MEMAJUKAN KESEJAHTERAAN UMUM DI INDONESIA”. Suatu Kajian Hukum Tata Negara Mengenai Kedaulatan Negara Versus "Kedaulatan" FIFA" jelas amat kontekstual dengan situasi dilematis yang dihadapi PSSI sekarang ini.
Menegpora Andi Alfian Malarangeng menjadi salah satu penguji pada sidang senat tertutup dalam pengajuan disertasi itu, dan kemudian ikut memberikan dukungan agar Hinca Pandjaitan menyempurnakan disertasinya untuk diajukan untuk meraih gelar doktor ilmu hukum. Tantangan itu kemudian dijawab Hinca Pandjaitan dengan secara resmi mengajukannya pada sidang senat terbuka pada 28 Januari lalu di UPH Karawaci, Tangerang. Para penguji disertasi Hinca yang terdiri dari Prof Dr. Bintan R Saragih, SH, Prof Dr. Satya Arinanto, SH, MH, Dr.LIntang O.Siahaan, SH, mProf Dr. Sri Setyaningsih, SH, MH, Prof Huala Adolf, SH, LL.M, Ph.D, dan Prof Hikmawanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D,
Setelah dihujani pertanyaan dari tim penguji yang keseluruhannya adalah tokoh-tokoh dengan kredibilitas dan integritas tinggi itu, Hinca Pandjaitan dinyatakan lulus dengan memperoleh predikat "Sangat Terpuji".
SEBELUM LPI
Hinca Pandjaitan menegaskan, disertasinya dibuat jauh sebelum Liga Primer Indonesia (L{I) bergulir, sehingga dia tidak secara khusus menyebutkan keberadaan LPI dalam disertasinya. Walau demikian, tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan LPI adalah bagian dari keterlibatan state organ atau pemerintah dalam mengintervensi kemandirian PSSI yang berpegang pada landasan hukum FIFA. Atas adanya intervensi CAMPUR TANGAN pemerintah tersebut, urai Hinca, PSSI dapat dikenai sanksi oleh FIFA.
Kajian Hinca Pandjaitan mengenai adanya "hukum kemandirian universal" dalam sepakbola memang menumbuhkan telaah baru dalam tatanan ilmu hukum di Indonesia. "Hukum kemandirian sepakbola" yang disajikan Hinca Pandjaitan ini merupakan hasil penelitian cukup panjang dari dalam dan luar negeri, dengan titik sentralnya adalah berlangsungnya Kongres Sepakbola Nasional (KSN) di Malang, medio Maret 2010. Membaca paparan Hinca, kita seperti diingatkan bahwa dinamika yang terjadi dalam perkembangan sepakbola sekarang ini tak bisa dilepaskan keterkaitannya dengan KSN tersebut.
Di satu sisi, PSSI harus menegakkan kewibawaannya sebagai otoritas sepakbola yang berdaulat, namun di sisi yang lain PSSI harus menghadapi tekanan luar biasa saat ini. Hinca Pandjaitan menyajikan disertasinya secara mendalam, dilengkapi dengan bagan-bagan dan tabel-tabel hasil penelitian. Ringkasan disertasinya saja setebal 108 halaman, yang terbagi atas tiga bab.
Bab I, berupa pendahuluan, bermaterikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan kerangka pemikiran. Bab II, tentang hasil penelitian, dengan delapan permasalahan pokok. Yakni, 1. titik singgung antara Sistem Hukum FIFA dengan Sistem Hukum Nasional Dalam Rangka Memajukan Kesejahteraan Umum melalui Kompetisi Sepakbola Profesional di Era Global, 2. FIFA dan Negara Indonesia Memajukan Kesejahteraan Umum, 3. Sistem Hukum FIFA dan Titik Singgungnya dengan Sistem Hukum Nasional dalam Tahap Pengelolaan Kompetisi Sepakbola Profesional, 5. State Intervention dalam Kompetisi Sepakbola Profesional di Indonesia, 6. Intervensi dalam arti Turun Tangan melalui Kongres Sepakbola Nasional, 7. Intervensi dfalam arti Campur Tangan melalui State Organ, 8. Harmonisasi Sistem Hukum Nasional Indonesia dengan Sistem Hukum FIFA dalam Kompetisi Sepakbola Nasional. Bab III, berisikan kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan dan Saran Dari Disertasi Hinca
KESIMPULAN: Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan terhadap tiga permasalahan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tata kelola kompetisi sepakbola profesional yang bersifat global mulai dari pengaturan, penyelenggaraan dan penyelesaian sengketa sepakbola profesional merupakan domain FIFA sebagai federasi sepakbola internasional (international society) yang dipertandingkan berdasarkan Lex Ludica (the Laws of the Game) dan diorganisir berdasarkan sistem hukum FIFA (Lex Sportiva) sebagai bagian dari sistem hukum transnasional mempunyai titik singgung dengan sistem hukum nasional Indonesia dan prinsip prinsip sistem hukum internasional.Hal ini disebabkan karena kompetisi sepakbola itu dilakukan di wilayah hukum negara di mana sepakbola profesional itu dipertandingkan, dan pelaksanaan bisnisnya menghormati prinsip-prinsip hukum umum dalam dalam sistem hukum internasional.
Dengan demikian titik singgung dalam sistem sistem hukum yang menyentuh tata kelola kompetisi sepakbola profesional berada pada tiga sumbu, yaitu sistem hukum nasional sebagai sistem hukum pertama, sistem hukum internasional sebagai sistem hukum kedua, dan sistem hukum transnasional sebagai sistem hukum ketiga. Ketiga sistem hukum ini bersentuhan membentuk tautan yang erat sebagai satu kekuatan hukum plularis yang sejajar dan sederajat mewujudkan pengaturan dan pengelolaan, pelaksanaan kompetisi sepakbola profesional dan penyelesaiaan sengketa sepakbola yang ditimbulkannya di era global, sebagai salah satu sarana memajukan kesejahteraan umum tanpa harus tersinggungnya kedaulatan negara.
2. Untuk memajukan kesejahteraan umum dan public interest, negara dapat melakukan intervensi dalam arti turun tangan--bukan dalam arti ncampur tangan-- secara strategis, terbetas, dan fokus sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya, khususnya pada jaminan ketersediaan insfrastruktur olahraga untuk memastikan semua warga negara dapat melaksanakan hak asasinya berolahraga (sepakbola) secara nyaman dan aman, serta jaminan berlaku dan dihoprmatinya Lex Ludica dan Lex Sportiva sebagai sistem hukum FIFA dan bagian dari sistem hukum transnasional untuk mengelola, menyelenggarakan dan menyelesaikan sengketa sepakbola dalam kompetisi sepakbola profesional.
3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Olahraga, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga, dan Peratuiran Pemerintah Nomor 18 Tentang Pendanaan Olahraga merupakaan sistem hukum nasional Indonesia yang secara khusus mengatur tentang urusan keolahragaan merupakan fakta bahwa Pemerintah Republik Indonesia melakukan intervensi terhadap pengaturan, pembinaan, pengembangan, pelaksanaan dan pengawasan atas penyelenggaraan keoalahragaan.
Intervensi ini tidak hanya dilakukan secara strategis, terbatas dan fokus pada jaminan ketersediaan infrastruktur olahraga dan polucy keolahargaan, melainkan sudah merupakan intervensi dalam arti campur tangan yang melampaui kompetensi dan kapasitasnya terutama pada (i) tahapan pengelolaan keolahragaan melalui mekanisme kewajiban melakukan standarisasi, akreditasi, dan sertifikasi keolahragaan yang menjadi domain dan kewenangan pemeriintah melalui BSNAK, (ii) tahapan pengawasan dan pengendalian keolahragaan melalui BOPI, dan (iii) tahapan penyelesaian sengketa organisasi keolahragaan melalui campur tangan Pemerintah. Harmonisasi sistem hukum nasional Indonesia dengan sistem hukum FIFA menjadi suatu keniscayaan yang harus dilakukan oleh Indonesia, tidak saja semata-mata demi terjaganya keharmonisan sistem hukum nasional Indonesia dengan sistem hukum transnasional khususnya Lex Sportiva dan Lex Ludica sebagai sistem hukum FIFA melainkan untuk menjaga nilai nilai kedaulatan Negara Republik Indonesia itu sendiri dalam masyarakat global melalui kompetisi sepakbola profesional, yakni menghormati dan dan mengakui FIFA sebagai pemilik tunggal dalam mengelola dan melaksanakan kompetisi sepakbola profesional dan menyelesasikan sengketa yang timbul. Harmonisasi dalam bentuki peraturan dan perundang-undangan dan dalam bentuk keberpihakan pada policy yang menghormati Lex Ludica dan Lex Sportiva menjadi jawaban atas jaminan PSSI tidak dicoret sebagai anggota FIFA dan sekaligus memberikan ruang yang patut dan cukup bagi sepakbola nasional Indonesia berperan di dalam kompetisi sepakbola profesional dunia sebagai perwujudan nilai dan kehormatan atas kedaulatan negara.
SARAN
Bedasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan penelitian, diajukan tiga saran, yaitu:
1. Adapun titik singgung antara sistem hukum nasional Indonesia dsengan sistem hukum transnasional yakni Lex Sportiva dan Lex Ludica sebagai bagian dari sistem hukum FIFA, yang dapat menimbulkan bantuan hukum dan terganggunya otonomi, kewenangan dan kedaulatan FIFA, disarankan agar Lex Sportiva dan Lex Ludica sebagai sistem hukum transnasional yang berlaku dalam pengelolaan, penyelenggaraan, dan penyelesaian sengjketa (olahraga) sepakbola profesional secara global dapat diterima sebagai sistem hukum ketiga setelah sistem hukum nasional dan sistem hukum internasional dalam teori Hukum Pluralis dan konsekuensi dari teori kedaulatan pluralis, dan karenanya harus dipertimbangkan dalam sistem Hukum Tata Negara, khususnya tentang studi mengenai kedaulatan dan tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum.
2. Adanya intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia, baik melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan maupun melalui putusan pengadilan, yang dapat mengakibatkan dicoretnya keanggotaan PSSI di FIFA dan larangan aktifitas berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 17 Statuta FIFA, disarankan agar Pemerintah Republik Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia perlu segera melakukan revisi atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, khususnya pada spirit pengatutan peran dan posisi state dan society dalam urusan keolahrahaan, dengan menempatkan prinsip penghormatan pada sistem hukum transnasional, khususnya Lex Ludica dan Lex Sportiva yang bukan kewenangan Negara Kesatuan Republik Indonesia melainkan kewenangan, otonomi dan kedaulatan society, dalam hal ini FIFA sebagai federasi olahraga transnasional.
Keberadaan sistem hukum nasional Indonesia yang secara khusus mengatur urusan keolahragaan harus ditempatkan dalam spirit intervensi dalam arti turun tangan untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh alinea keempat Pembukaan UUD 1945, khususnya pada jaminan penciptaan infrastruktur olahraga yang cukup dan memadai dengan standar internasional yang dikeluarkan oleh federasi olahraga internasional (lex Sportiva), sebagai perwujudan hak asasi setiap manusia serta jaminan rasa aman dan rasa nyaman menyelenggarakan kompetisi sepakbola profesional melalui mekanisme sistem perizinan.
State maupun state-organ dilarang dan tidak boleh memasuki apalagi melakukan intervansi dalam bentuk campur tangan terhadap Lex Ludica dan Lex Sportiva sebagai bagian dari sistem hukum transnasional. Sebab, selain bukan kompetensi dan bukan kapasitasnya, intervensi dalam bentuk campur tangan terhadap Lex Ludica dan Lex Sportiva dapat menimbulkan benturan hukum yang mengakibatkan terganggunya kedaulatan olahraga itu sendiri dan sekaligus kedaulatan negara, karena sepakbola nasional dapat dilarang berpartisipasi secara nasional dan internasional.
3. Agar sistem hukum nasional Indonesia mengatur sis6em keoalahragaannya selaras dan tidak berbenturan dengan sistem hukum transnasional. Khususnya kewenangan, ortonomi. dan kedauilatan FIFA, maka FIFA dan AFC melalui PSSI perklu melakukan dialog yang sungguh-sungguh intensif dengan Pemerintrh Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk melakukan harmoni pengaturan dan peran state dan society dalam rangka memajukan kesejahteraan umum melalui kompetisi seepakbola profesional yang bersifat global sesuai dengan amanah pembukaan UUD 1945 dalam kerangka sistem hukum nasional, sistem hukum internasional dan sistem hukum transnasional yang harmoni pula. FIFA maupun Negara Republik Indonesia mempunyai tujuan yang sama yakni memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan perdamaian dunia melalui kompetisi sepakbola profesional yang bersifat global.
Dialog itu diarahkan untuk menghasilkan suatu kesepakatan untuk menempatkan sistem hukum transnasional sebagai sumber hukum di Indonesia yang kedudukannya sama dengan sistem hukum nasional dan sistem hukum internasional, dengan cara mengubah substansi materi peraturan perundang-undangan yang ada didalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan sekaligus memasukan dan mengakui sistem hukum transnasional. Selain itu perlu memberikan dan mengembangkan pemahaman dan penguasaan sistem hukum transnasional khususnya Lex Sportiva dan Lex Ludica dalam lingkup urusan keolahragaan sebagai suatu yang sungguh-sungguh ada dan hidup bagi para organ penegak hukum di indonesia.
Mengingat kompleksitas dan kebutuhan hukum yang sangat besar dalam rangka mengelola dan menyelenggarakan kompetusu sepakbola profesional yang bersifat global serta menyelesaikan sengketa sepakbola profesional yang unik dan khusus, perlu dikembangkan pendidikan dan riset untuk mengembangkan Lex Sprotuva di indonesia seperti Internasional Sprot Law Center di T.M.C.Asser Institut di Belanda.
Dalil-dalil Disertaasi Hinca Pandjaitan
Dalam Meraih Gelar Doktor Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Pelita Harapan
1. Lex Sportiva termasuk didalamnya Lex Ludica yang disebut transnational sport law adalah bagian dari sistem hukum transnasional sebagau sistem hukum ke tiga dalam teori prularisme hukum setelah hukum sistem nasional dan sistem hukum internasional, mempunyai "kedaulatan" , otomomi dan kewenangan untuk mengatur dan mengelola, menyelenggarakan kompetisi sepakbola profesional, dan menyelesaikan sengketa sepakbola profesional yang ditimbul.
2. Memajukan kesejahteraan umum dan memaksimalkan kesejahteraan sosial tidak hanya menjadi hak dan kewajiban negara (state), melainkan juga menjadi hak sekaligus kewajiban masyarakat (society).
3. Intervensi dalam arti campur tangan yang dilakukan pemerintah, politisi,media dan pihak ketiga lainya terhadap pelaksanaan dan tata kelola kompetisi sepakbola profesional yang dilakukan FIFA dan organisasi asosiasi sepakbola anggota FIFA didalam suatu negara dapat mengakibatkan dicoretnya asosiasi sepakbola negara itu dari keanggitaan FIFA yang diikuti dengan sanksi larangan bagu sepakbola negara yang bersangkutan turut serta beraktivitas melakukan pertangdingan internasional didalam maumpun diluar negeri.
4. FIFA mempunyai posisi yang lebih dominan terhadap negara didunia dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kompetisi sepakbola profesional, karena FIFA mempounyai sistem hukum tersendiri (lex sportiva dan lex ludica) yang diakui, diikuti dan dihormati oleh masyarakat internasional sejak ratusan tahun yang lalu serta mampu menjadi salah satu penggerak ativitas ekonomi dunia yang bermuara pada upaya memajukan kesejahteraan umum.
5. Nilai kedaulatan Negara Republik Indonesia dapat juga diwujudkan melalui berkibarnya bendera negara; merah putih, disaksukannya lambang negara; burung garuda, dan dinyanyikannya lagu kebangsaan indonesia raya oleh masyarakat Indonesia didalam stadion ,maupun melalui layar televisi serta media massa lainnya ketika tim nasional sepakbola Indonesia bertanding dengan tim nasional negara lain.
6. Nilai-nilai sportivitas dalam pertandingan sepakbola khususnya tata nilai fairness, fairplay dan respect dalam mencapai kemenangan dapat dijadikan sebagau fondasi reformasi sistem pendidikan hukum dan sistem penegakan hukum yang berkarakter di indonesia.
7. Tidak ada demokrasi tanpa kemerdekaan pers, sebaliknya kemerdekaan pers tanpa demokrasi hukum membuat demokrasi menjadi chaos, oleh karena itu menggunakan hak jawab, hak koreksi dam kewajiban loreksi merupakan cara yang tepat menjaf\ga kemerdekaan pers sekaligus merawat demokrasi, sebab demokrasi dan kemerdekaan pers memang membutuhkan supermasi hukum.